Selasa, 10 Februari 2009

JURNAL: KONFLIK NELAYAN

KONFLIK DAN SOLIDARITAS NELAYAN SAKATES
KECAMATAN KUMAI KALIMANTAN TENGAH
Oleh: Sabian Utsman 

ABSTRACT
Dikawasan Sabuai, Karaya, Teluk Bogam, dan Sungai Bakau (Sakates) terdapat 1043 orang nelayan, 345 unit kelotok dan perahu, serta 5 orang sebagai pemodal dari 3374 jiwa penduduknya yang mutlak (100%) memeluk agama Islam. Sakates termasuk dari 9261 desa di pesisir pantai Indonesia sebagai kantong-kantong kemiskinan dan berpotensi terhadap konflik. Sehingga antara tahun 1975-1998 terjadi konflik tertutup dan tahun 1998-2002 terjadi konflik terbuka, sebanyak 28 Kapal Trawl menjadi korban dari tujuh kali amuk massal. Sementara kontribusi pemerintah senyatanya dalam pengelolaan konflik masih jauh dari rasa keadilan yang mestinya diutamakan. Dan karakteristik protes masyarakat bisa dilihat melalui struktur symbolic dalam konflik dan solidaritas yang justru hanya sedikit diolah dan dimaknai Pemerintah setempat, sehingga kurang mampu membaca apa sesungguhnya ma’na di balik struktur konflik dan bangunan raksasa solidaritas communal yang terjadi.
  Selain lemahnya supremasi hukum, terjadinya anatomi konflik adalah benih dari di satu pihak nelayan local mempertahankan kelestarian sumber daya laut atau hak ulayat laut sebagai daerah “food security” di lain pihak ketidak protektifan nelayan luar daerah terhadap sumber daya laut (biota laut) Sakates dengan mengoperasikan “jaring trawl” (melanggar Kepres No. 39 Tahun 1980).
  Struktur konflik di Sakates menjadi; Zero-Sum Conflict, Non Zero-Sum Conflict, dan ditemukan dalam penelitian penulis Sum and Conflict sebagai pengembangan teori dari Paul Conn yang hanya dua, yaitu: Zero-Sum Conflict dan Non Zero-Sum Conflict. Sebagai pengelolaan konflik yang ideal, penulis menawarkan agar mengutamakan pertimbangan sosiologis dalam menegakkan ketiga pilar supremasi hukum, yaitu: peraturan perundangan, aparat penegak hukum, dan kultur hukumnya. Paling tidak institusi negara mutlak harus akuntable, terbuka, transparan, dan kredibel.

Keywords: Konflik, Solidaritas, Pengelolaan Konflik


SIMPULAN
Kategori sosial masyarakat nelayan Sakates, yaitu; yang menguasai alat produksi disebut “Juragan” berjumlah 345.orang dan tidak memiliki alat-alat produksi disebut “Anak Buah” berjumlah 698 orang, dari tingkat investasi modal usaha; mereka sebagai pemodal ini disebut “Penampung” Berjumlah 5 orang. Dalam hal teknologi peralatan, ada dua kategori, pertama; peralatan tradisional sebanyak 2 buah perahu, kedua; peralatan semi modern (“Kelotok”) sebanyak 343 unit ( dengan1043 orang nelayan), dan nelayan luar daerah sudah memakai teknologi modern.
  Konflik dan Struktur Konflik, Paul Conn hanya membedakan menjadi dua saja yaitu “zero-sum conflict” dan “non zero-sum conflict” tetapai senyatanya di Sakates terjadi struktur “sum and conflict". Konflik yang terjadi di kawasan Sakates adalah antara nelayan lokal (in-group) dengan nelayan luar daerah (out-group). Terjadi perlawanan kolektif dari bersifat premitif mengarah kepada reaksioner untuk mempertahankan daerah “food security” bagi mereka.
  Benih konflik berawal dari terakumulasinya kekecewaan, kecemburuan, berutalnya nelayan-nelayan luar daerah mengoperasikan jaring trawl , keterbatasan sumber daya laut, serta lemahnya intervensi negara dalam pengelolaan konflik.. Sehingga th 1998-2002, sebanyak 28 buah kapal trawl menjadi korban amuk massa dan terjadinya konflik kekerasan adalah bagian dari kegagalan oleh pihak yang berkompeten,
  Solidaritas masyarakat nelayan tradisional Sakates, Sepanjang konflik (1998-2002), terjadinya solidaritas komunal yang tinggi yaitu atas dasar ikatan primordialisme, mereka mampu membangun raksasa solidaritas melampaui pemikiran yang sewajarnya dalam konsepsi tradisional setempat
  Dalam hal penanganan Konflik, Sesuai fakta secara kronologis bahwa variabel-variabel dan atau pola-pola yang menyebabkan kejengkelan kekecewaan nelayan lokal selama tidak kurang 23 th (1975-1998) paling tidak pihak-pihak yang berkompetensi tidak sedini mungkin mengolah konflik dengan baik, secara jelas tidak mampunya negara mengimplementasikan perundangan yang sudah diundangkan (seperti Kepres. No.39/1980).  
  Konsepsi yang saya tawarkan, walaupun upaya lain dilakukan juga sesuai kondisi konfliknya, namun tidak bisa terlepas dari penegakkan supremasi hukum, dalam hal ini mengutamakan pertimbangan sosiologis dalam menegakkan ketiga pilar supremasi hukum, yaitu; peraturan perundangannya, aparat penegak hukumnya, dan kultur hukum masyarakatnya.

Minggu, 08 Februari 2009

DASAR-DASAR SOSIOLOGI HUKUM (MAKNA DIALOG ANTARA HUKUM & MASYARAKAT)

DASAR-DASAR SOSIOLOGI HUKUM (MAKNA DIALOG ANTARA HUKUM & MASYARAKAT). Dilengkapi Contoh Proposal Penelitian Hukum (Legal Research)

catatan: Buku ini diterbitkan oleh Pustaka Pelajar


Oleh: Sabian Utsman
Pengantar: Prof. H. Soetandyo Wignjosoebroto, M.PA

Hak Cipta 2009, pada penulis
dilindungi oleh undang-undang

Cetakan 1 2009
Penerbit: PUSTAKA PELAJAR
Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta
Telp. 62274381542, Faks. 62274383083
E-mail: pustakapelajar@telkom.net

Mengenang dan kudidekasikan pada:
Ayah & Bundaku; Mertuaku;

H. Anang Utsman (alm) --- Basoedi Bin Paidin (alm)

Hj. Qostaniyah (alm) --- Ny. Oerief Basoedi

Persembahan Buat;
Saudara-saudaraku yang selalu mendambakan keberhasilanku

Teristimewa Buat Isteriku;
Dra. Kustiyah Basoedi, M.Pd.
Dengan integritas keilmuan & ketajaman analisis bidang biologi, sebagai sumber inspirasi sehingga terwujudnya karya ini

Buah Hatiku;
Ma’ruf Kusbianto
Nugraha Kusbianto
Sophiastia Kusbianty

Si kecil kami yang lugas & lucu;
Muktibaskara Kusbianto

Motto
“Hai orang-orang yang beriman ! Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang kuat menegakkan keadilan, menjadi saksi kebenaran karena Tuhan, biarpun terhadap dirimu sendidri atau ibu bapakmu atau kerabatmu; ataupun kepada orang kaya atau miskin, karena Tuhan dekat pada keduanya. Sebab itu janganlah kamu turutkan kemauan yang rendah (hawa nafsu) untuk tidak berlaku adil. Kalau kamu memutarbalikkan (kata-kata) dan enggan menjadi saksi, sesungguhnya Tuhan itu tahu benar apa yang kamu kerjakan”
(QS. An-Nisaa’: 135, Tafsir Rahmat,1983 :187)

If I am not for myself
who will be for me
but if I am only for myself
then what am I for ?

Hillel, dalam Faisal, (1998) dalam Sabian, (2007)


PENGANTAR PENULIS
Bismillaahirrahmaanirrahiim
SEJAK awal sebagai pembina mata kuliah sosiologi hukum pada Jurusan Syari’ah STAIN Palangka Raya, penulis berkeinginan menyusun buku Dasar-dasar Sosiologi Hukum sebagai pegangan mahasiswa. Alhamdulillah, atas dukungan berbagai pihak penulisan buku ini bisa dirampungkan, oleh karena itu secara khusus dan sangat mendalam saya ucapkan terima kasih terutama kepada sang begawan sosiologi hukum Prof. Dr. H. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA. Beliau, bukan hanya membimbing dalam mempelajari ilmu hukum diberbagai kesempatan, tetapi kearifan seorang guru sejati dan secara khusus pula memberikan catatan pemikiran berharga dalam penyelesaian buku ini melalui kecerdasan dan kebijakannya yang humanistik, dan Guru Besar Sosiologi Hukum FH. UNDIP Semarang Prof. Dr. Esmi Warassih, S.H, M.S. deng-an kesejukan dan kesabarannya memberikan saran-saran sangat penting sehingga penulis bersemangat menyelesaikan tulisan ini, demikian juga Prof. Dr. H. Moh. Mahfud MD, S.H, S.U. sebagai muridnya, saya merasa mendapat pelajaran berarti dari sang fakar politik hukum tersebut, ter-utama tentang orisinalitas penulisan ilmiah serta kebijakan pembangunan hukum Indonesia yang menjadi perhatiannya, kepada Guru Besar Filsafat Hukum Prof. Dr. H. Koento Wibisono, S.H. yang telah banyak berdisku-si terutama ketika masih duduk di kelas, beliau memancarkan ketulus-annya mengajarkan filsafat ilmu, Secara khusus penulis ucapkan terima-kasih kepada; Ayahnda (Abah) Prof. Dr. H. Abdurrahman, S.H., M.H. di sela-sela kesibukan beliau sebagai Hakim Agung RI dan mengajar di berbagai perguruan tinggi di tanah air, masih sempat menyisihkan waktu memberikan saran-saran dalam penyelesaian buku ini, Ketua Prog. Doktor Ilmu Hukum FH.UII Bapak Dr. H. Ridwan Khairandy, S.H, M.H. yang tidak bosan-bosannya memberikan dukungan moril agar selalu memperkaya tulisan-tulisan ilmiah, pemerhati budaya dan kearifan lokal di tengah-tengah berbagai kesibukan kegiatan ilmiahnya di tanah air Bapak Dr. Jawahir Thontowi, S.H., Ph.D selalu mendorong penulis agar selalu tidak berhenti menempa diri dan menggumuli ilmu hukum bahkan beliu sempat mengguratkan komentar dengan kata-kata bijaknya.
Walaupun kemampuan penulis sangat terbatas untuk mengikuti pemikiran-pemikiran dan perkulihan-perkuliahan yang diberikan bebera-pa fakar ilmu hukum tersebut, namun setidaknya berangkat dari kekurangan yang penulis sajikan ini sebagai penulis pemula, berfungsi untuk kesempurnaan pada edisi penulisan berikutnya.
Selesainya tulisan ini tidak terlepas dari dukungan yang tulus Bapak A. Teras Narang, S.H., di tengah kesibukannya sebagai Gubernur Kal-teng, di setiap kesempatan selalu memberikan dorongan untuk berkarya, Ketua STAIN Palangka Raya Bapak Dr. H. Khairil Anwar, M.A. dan mantan Ketua Drs. H. Ahmad Syar’i, M.Pd. yang telah memberikan penghargaan sangat berarti, serta teristimewa kepada Bapak Mas’ud Chasan sebagai direktur Pustaka Pelajar beserta staffnya atas kerjasama yang baik dan profesional, sehingga penerbitan buku ini sampai ketangan pembaca yang budiman.
Secara khusus kudedikasikan untuk karibku yang selalu kukenang almarhum Gusdan Hanung Prabowo, S.E., S.H., M.Hum (dosen UNS & Mhs. S3 UII). Selasa pukul 01.44 tanggal 23 Des. 2008, pemuda yang cerdas, teguh pendirian, bersehaja, dan selalu setia kebenaran ini meng-hembuskan nafas terakhir dalam peristiwa kecalakaan lalu lintas sepulangnya kami dari Seminar Nasional di UNDIP Semarang, semoga almarhum mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah SWT., seniorku Dr. Achmad Hidir yang tulus memberikan beberapa kumpulan materi (diktat) perkuliahan Sosiologi sebagai bahan tak ternilai harganya, sehabat sekaligus guruku yang sangat arif dan enak kalau berdiskusi serta selalu mendorong agar teruslah menulis, yaitu: Prof. Dr. H. S. Mundzir, Dr. H.M. Arifin, Dr. Zulkipli., Dr. Eny Lestari., Dr.Endang Sri Rezeki., Dr.Toen Leo, Abangku Dr. Devprayno, SH, MH, Dr. Dyah S, SH., MH., Firdaus, S.H., M.H., Marjuki, S.H.,M.H., Drs. Markhrus, M.Hum., Azis Hakim, S.H.,M.H., Drs. Abd.Halim, S.H.,M.H., Dr.Irsyal R.,S.H,M.H., Khairuddin, S.H.,M.H., Drs. Nuryaqin, S.H, MCL, M.Si., Drs. Ramdan.
Demikian juga antara lain kepada National Library of Australia, Bapak Lukman Santoso Az (Pencinta Buku & Pemerhati Hukum pada LeSAN) dalam Koran Tempo (31/08/2008), Gerakan Pemuda Ansor (30/10/2008), Bapak Miftahul A’la Pustakawan dan Penggiat Indonesia Buku (1:Book) Jakarta dalam Jurnal-net.com (02/09/2008), dan Ketua Lembaga Kajian Peduli Publik (LK2P) Yogyakarta Bapak Ainur Rasyid (KPO/EDISI 160/16-30 Sept 2008), mereka memberikan apresiasi terha-dap buku penulis yang lain sebelum terbitnya buku ini, oleh karena itu izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, dan merupakan kebahagiaan tersendiri ketika pokok-pokok pikiran penulis mendapat perhatian, kritik, serta apresiasi dari pembaca yang budiman.
Kenyataan masih relatif langkanya buku-buku perkuliahan sosiologi hukum, di sisi lain sosiologi hukum baik dalam tataran ilmu pengetahuan maupun sebagai mata kuliah yang diajarkan khususnya pada mahasiswa Fakultas Syari’ah maupun Fakultas Hukum di berbagai Perguruan Tinggi semakin dibutuhkan. Oleh karena itu, buku dasar-dasar sosiologi hukum ini di susun berdasarkan kebutuhan yang mendesak dirasakan mahasiswa hukum. Dan tulisan ini setidaknya bisa dipakai untuk entry point dalam mempelajarai konsep-konsep dasar sosiologi hukum.
Buku ini terdiri dari sebelas bagian, yaitu: pendahuluan, konsep dasar sosiologi hukum, kegunaan teori dan sosiologi hukum sebagai alat memahami perkembangan masyarakat, dasar-dasar sosiologi hukum, studi dan pemikiran hukum, anatomi sosial dan hukum, hukum dan perubahan social serta interaksi antara hukum negara, tinjauan sosiologis problematika penegakan hukum di Indonesia, dibahas tentang; manusia, kerja dan hukum, serta dibahas juga problematika berhukum di Indone-sia, dan kemudian dibahas secara garis besar tentang penelitian sosiologi hukum. Materi penelitian sosiologi hukum tersebut, sebenarnya hanyalah pembuka jalan dalam merumuskan secara sederhana masalah penelitian hukum (legal research) atau pelengkap dalam sajian mata kuliah sosiologi hukum, sebagai bahan pertimbangan mengawali penulisan proposal, pada bagian akhir buku ini dilengkapi penulisan proposal penelitian hukum (legal research).
Segala upaya telah penulis lakukan demi terwujudnya bahan acuan secara komprehensif, buku yang dapat mengisi kekosongan yang ada, namun tidak mustahil masih terdapat kekurangan atau kekeliruan, oleh karena itu sangat diharapkan kepada rekan-rekan yang berkecimpung baik di bidang hukum dan Ilmu Hukum maupun di bidang sosiologi agar senantiasa memberikan kritik dan saran demi perbaikan lebih lanjut.
Yogyakarta, Awal Januari 2009
Penulis,
(SU)
E-mail: sabian_usman@yahoo.co.id
Website: www.stain-palangkaraya.ac.id
PH: 081349197311,05363242641,02743031386



KATA PENGANTAR

Oleh: Prof. H. Soetandyo Wignjosoebroto, M.PA. (Guru Besar Emiretus pada Universitas Airlangga Surabaya)

BUKU yang diberi judul ”Dasar-dasar Sosiologi Hukum” ini di-maksudkan oleh penulisnya untuk memenuhi kebutuhan maha-siswa yang memprogramkan matakuliah Sosiologi Hukum. Penulis berhasil menjadikannya sebagai bahasan sebuah buku yang utuh diawali bahasan pengenalan sosiologi sebagai dasar pemahaman terhadap masyarakat sampai ke sosiologi hukum dengan segala perkembangannya, untuk menyemarakkan perdebatan dalam ber-hukum.
Bagaimanapun juga, hukum itu sesungguhnya berhakekat se-bagai organisme yang hidup; es ist und wird mit dem Volke seperti yang dikatakan von Savigny bahwa hukum akan tetap hidup dan berkembang berseiring dengan perkembangan ma-syarakatnya, atas dasar otoritasnya sendiri yang moral.
Sesungguhnya hukum itu tidak anti perubahan dan fungsional untuk melayani berbagai silang kepentingan, baik kepentingan individu maupun kepentingan kelompok dalam bermasyarakat. Kalau suatu hukum tidak bersejalan dengan masyarakatnya, maka diibaratkan laksana kerangka hewan purba yang di musiumkan untuk dikenang sejarahnya.
Perubahan konfigurasi sistem hukum modern berlangsung berseiring dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa Barat, untuk kemudian, pada abad-abad berikutnya juga ber-langsung di berbagai negeri bekas jajahan yang telah mengalami transplantasi hukum modern sebagai akibat kebijakan eropeanisasi penguasa-penguasa kolonial.
Suka atau tidak suka, perubahan dan perkembangan ilmu hukum itu tidak mengenal kata henti berseiring dengan per-kembangan teknologi transportasi dan komunikasi telah mengun-dang datangnya era globalisasi dan glokalisasi, yang pada gilir-annya telah mengakhiri berbagai cita-cita unifikasi hukum, ialah tatkala banyak penguasa baru di negara-negara nasional yang baru dihadapkan pada realitas pluralisme di berbagai bidang kehidupan manusia di jagat raya ini.
Memahami kajian-kajian sosiologi hukum pada dasar-dasarnya, nampaknya penulis berusaha membahas apa yang dikatakan ahli hukum dan sosiologi besar Francis, (Maurice Hauriou) yang mengatakan ”sedikit sosiologi menjauh dari hukum, tetapi banyak sosiologi membawanya kembali kepada hukum“. Sejalan dengan itu ahli hakim O.W.Holmes mengatakan bahwa ”kehidupan hukum tidak hanya menuruti logika, melainkan juga menuruti pengalaman“. Dengan demikian perlunya para pengkaji hukum memperhatikan bukan saja law in society, tetapi juga law in a constantly changing society. Buku ini sudah mengena khususnya sebagai bahan bagi penstudi sosiologi hukum dan pemerhati hukum dan ilmu hukum. Penulis menambahkan sebagai pelengkap materi penelitian sosiologi hukum. Sebagai gambaran umum, pada bagian akhir, disajikan contoh usulan penelitian sosial hukum.
Sempurna atau tidak sempurna, dengan segala keterbatasan, dan upaya penyempurnaan lebih lanjut, buku teks yang saudara Sabian Utsman tulis ini telah menambah optik kajian hukum yang berdemensi social-legal. Dengan senang hati, saya menyampaikan penghargaan yang tinggi kepada penulis atas ketekunan dan kerja kerasnya sehingga terbitnya buku ini, semoga bermanfaat bagi pembangunan hukum dan ilmu hukum di tanah air.

Surabaya, Pertengahan Desember 2008

Prof. H. Soetandyo Wignjosoebroto, M.PA.


DAFTAR ISI

Persembahan....................................................................... iv
Motto .................................................................................. v
Kata Pengantar Penulis ...................................................... vi
Pengantar Prof. Dr. H. Soetandyo Wignjosbroto, M.PA. .. x
Daftar Isi ............................................................................. xii

Bagian 1
PENDAHULUAN ............................................................. 1

Bagian 2
KONSEP DASAR SOSIOLOGI HUKUM ...................... 8
A. Sekilas Kelahiran Sosiologi ........................................ 9
B. Mengenal Para Perintis Sosiologi ............................... 35
C. Apakah sesungguhnya ilmu itu ................................... 63
D. Relevansi ilmu dengan kajian-kajian sosiologi hukum.. 74
1. Ontologi dalam sosiologi hukum…...................... 76
2. Epistemologi dalam sosiologi hukum ….............. 77
3. Aksiologi dalam sosiologi hukum ….................... 79

Bagian 3
KEGUNAAN TEORI DAN SOSIOLOGI HUKUM SEBAGAI ALAT MEMAHAMI PERKEMBANGAN MASYARAKAT..81
Apakah Teori ...................................................................... 82
Kegunaan Teori ................................................................... 86
Kegunaan sosiologi hukum sebagai alat memahami
Perkembangan masyarakat................................................... 88

Bagian 4
DASAR-DASAR SOSIOLOGI HUKUM ........................... 90
Pengertian, Perkembangan, dan Ruang Lingkup Sosiologi
Hukum................................................................................... 91
Bagian 5
STUDI DAN PEMIKIRAN HUKUM ............................... 112
A. Karakteristik Studi Hukum Secara Sosiologis.............. 113
B. Pemikiran Sosiologi dan Hukum................................... 114
C. Pemikiran Ahli Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum........ 118
1. Mazhab Formalistis................................................. 119
2. Mazhab Sejarah dan Kebudayaan........................... 121
3. Aliran Utilitarianism............................................... 123
4. Aliran Sociological Jurisprudence.......................... 124
5. Aliran Realisme Hukum......................................... 127

Bagian 6
ANATOMI SOSIAL DAN HUKUM ................................ 129
A. Stratifikasi Dalam Masyarakat dan Hukum.................. 130
B. Struktur Sosial dan Hukum........................................... 133
C. Hubungan Lembaga-lembaga Sosial dengan hukum.... 147

Bagian 7
HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL SERTA INTERAKSI ANTARA HUKUM NEGARA............................................ 150
A. Penerapan Hukum dan Perubahan Masyarakat............... 151
B. Konflik dan Perubahan Hukum....................................... 152
C. Penerapan Hukum sebagai Alat untuk Merubah Masyarakat153
D. Interaksi dan Arti Hukum Negara dalam Sosiologi......... 157

Bagian 8
MANUSIA, KERJA, DAN HUKUM ................................... 160
A. Pendahuluan..................................................................... 161
B. Manusia dan Kerja........................................................... 163
C. Kiat Mengakomodasi Kontrol Melalui Hukum Perburuhan....................................................................... 170
D. Penutup............................................................................ 173

Bagian 9
PROBLEMATIKA BERHUKUM DI INDONESIA........... 179
A. Menuju Penegakkan Hukum Responsif.......................... 180
1. Pendahuluan............................................................. 180
2. Problematika Penegakkan Hukum di Indonesia....... 186
3. Kritikan Penegakkan Hukum Menurut Optik Philippe Nonet dan Philip Selznick......................................... 199
4. Simpulan.................................................................... 213
B. Perbandingan Sistem Hukum Indonesia dan Common Law System…………………………………………………. 216
1. Pendahuluan……………………………………….. 216
2. System Hukum Indonesia dan Common Law System..217
3. Perbandingan System Hukum Indonesia (Civil Law System) dan Common Law System………………... 227
4. Posisi Sistem Hukum Indonesia …………………... 229
5. Kesimpulan………………………………………… 231
C. Spiral Kekerasan dan Penegakkan Hukum……………. 233
1. Sekilas Kekerasan dan Penegakkan Hukum….......... 233
2. Pendahuluan………………………………………... 234
3. Kekerasan dan Penegakkan Hukum……………….. 238
4. Kesimpulan………………………………………… 250

Bagian 10
PENELITIAN SOSIOLOGI HUKUM……………………. 253

Bagian 11
PROPOSAL PENELITIAN HUKUM (LEGAL RESEARCH).273
A. Latar Belakang Masalah………………….................... 274
B. Rumusan Masalah Penelitian …………........................ 283
C. Maksud dan Tujuan Penelitian ………......................... 284
D. Kegunaan Penelitian ………..…………....................... 285
E. Kajian Pustaka dan Kerangka Teori ............................. 285
1. Kajian Pustaka .......................................................... 285 2. Kerangka Teori ........................................................... 291
a. Hukum, Penguasaan dan Pemilikan, Pembentukan
Perundang-Undangan, dan Penegakkan Hukum ..... 294
1). Teori Hukum ................................................. 294
2). Teori Penguasaan dan Pemilikan ............ ..... 304
3). Teori Pembentukan Perundang-Undangan..... 307
4). Teori Penegakkan Hukum ............................. 312
b. Teori Interaksionisme Simbolik .......................... 314
c. Teori Konflik ...................................................... 317
F. Metode Penelitian ....................................................... 321
1. Tipe atau Jenis Kajian Penelitian Hukum................. 321
2. Penggalian Bahan dan Data-data Hukum ................. 321
3. Triangulasi …………………………....................... 324
4. Analisa Data ……………………………................ 326
5. Sistematika Penulisan Laporan ................................. 326
DAFTAR RUJUKAN ....................................................... 328

MEMILIH PARTAI MENDAMBAKAN PEMIMPIN

MEMILIH PARTAI MENDAMBAKAN PEMIMPIN
Oleh: Sabian Utsman
Jamur Partai di Milenium Mutakhir 
Bagaikan jamur di musim hujan, begitulah partai-partai bermunculan, telah merubah drastis wajah politik Indonesia di milenium mutakhir ini. 
  Kini, mereka, kita, bibi-bibi tukang sayur, para abang ojek, dan para penambang, sampai para insan-insan hutani (masyarakat yang tinggal dipinggiran hutan) tetap jelata, sementara para penentu kebijakan bermandikan harta, apa lagi sebagian besar masyarakat nelayan pesisir dan darat sudah lama sebagai kantong kemiskinan fungsional (law income earners), serta saudara-saudara kita para GEPENG (gelandangan & pengemis yang entah sampai kapan bisa mencicipi arti kemerdekaan), stratifikasi tersebut selalu setia melongo mengamati dari pinggiran yang terpinggirkan (teralieanasi, kaum mayoritas negeri ini) menyaksikan politisi dengan sepak-terjang, berkumpul, memuntahkan uneg-uneg
aspirasi, alih-alih mereka katakan sanggup melaksanakan visi-misi yang terdapat dalam platform cetak birunya ”mensejahterakan masyarakat”, tak pernah lelah bersama partainya sepanjang waktu berkampanye, walau rakyat lebih tahu arah propagandanya (semakin dekat pemilu, semakin marak beradu kekuasaan, ketimbang kebersamaan untuk memperbaiki rusaknya alam yang semakin gundul, serta semakin melebarnya ketidakmerataan pembangunan berbagai stratifikasi).
  Mereka, kami, dan termasuk kita, kadang berfikir lain buat apa partai, ”kadang hanya menambah kesengsaraan rakyat”? (lihat konflik pilkada berdarah-darah, di Ternate), tetapi yang substansi ”kebutuhan hidup harus terpenuhi secara adil”, sehingga siapapun menjadi pemimpin hasil dari perjuangan hiruk-pikuk kadang konyol dan konflik, hal ini, jelas tidak ada korelasi signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Boleh-boleh saja berpendapat demikian, namun tidak disangkal masih ada partai (berakhlak mulia), memiliki platform, visi-misi yang relevan untuk membangun bangsa yang perlu perhatian serius (pemerintahan bisa hidup meskipun tanpa iman, tetapi tunggu keahncurannya bila tanpa keadilan), demensi waktu dan sejarahlah membuktikannya serta akan di uji, berhadapan dengan kekuatan rakyat. Hobbes mengatakan: Fox populi fox dei (suara rakyat adalah suara Tuhan), Homo Homini Lupus (manusia yang satu adalah serigala bagi yang lain), kewaspadaan dan semakin pintarnya rakyat menentukan pilihannya sangatlah beralasan, untuk menghindari terulangnya penghianatan suara-suara tulusnya, oleh srigala berbulu domba sehinga melenceng dari social contract disepakati ketika kampanye (kadang kebablasan dan pamer kekayaan).
Akhlak dan Politik
Kalau ada pertanyaan, masuk partai, menjadi anggota parlemen atau menduduki jabatan perjuangan partai, tidak lebih sebagai tempat mata pencaharian?, belum tentu! (hati-nuranilah menjawabnya). Bagi yang kritis, ada yang tidak lagi percaya partai bahkan secara yuridis formal dilindungi negara dengan dibolehkannya adanya calon independen dalam pilpres maupun pilkada. Dinamisasi berdemokrasi seperti itu tidaklah diharamkan karena ujung-ujungnya, kepemimpinan hasil pemilu itu adalah milik rakyat, partai dekat masyarakat akar-rumputlah (grass roots) memenangkan persaingan globalisasi maupun glokalisasi yang bisa membawa kejayaan suatu daerah.
  Hemat saya, tujuan berpolitik bukan sekadar meraih kursi parlemen, lebih jauh dan sangat substansi adalah pada saat-saat yang diperlukan hajat hidup orang banyak, maka diperlukanlah kearifan intelektual yang mulia di sisi-Nya, sehingga dengan berpolitik harus kerja keras sebagai inspirator dan reformator untuk menyusun program kebijakan publik (aspiratif: agamais, majemuk, kultur, dan pluralism, serta harus ”inklusivisme”, yaitu menolak pengkotak-kotakan baik antara desa-kota, antara agama, mayoritas-minoritas, kaya-miskin, maupun buruh-majikan. Berdemokrasi dengan akhlak mulia adalah ”sentuhan Illahi (makna hakiki keadilan)” yang maha dahsyat mensejahterakan rakyat, yaitu adanya persamaan persepsi dan cita-cita mengantarkan rakyat pada kehidupan yang demokratis, tidak saling mengecam hanya perbedaan pendapat. Padahal perbedaan adalah menjadikan kekuatan pembangunan luar biasa, sepanjang menjunjung tinggi; sportipitas, kometmen, moralitas (mental negara kesejahteraan atas ridho-Nya).
Rekonfigurasi Kepemimpinan 
Tidak berlebihan, kalau dikatakan presiden adalah jabatan biasa-biasa saja, hal itu boleh-boleh saja. Apa lagi dikaitkan dengan peristiwa rakyat menghakimi presidennya th 1998 kemudian menyusul beberapa Bupati dihakimi warganya, disuruh meletakkan jabatannya (termasuk Bupati Kab. Ktw. Barat). Hal itu terjadi karena terakumulasinya persoalan yang akan menjadi presiden (1998-2003), walau banyak memeras otak dengan rumusan bermacam kriteria, tetapi selalu bermuara kepada sosok ”Soeharto”.
  Pemahaman dangkal seperti itu, hendaklah kita buang jauh-jauh. Marilah berfikir merdeka dan terbuka, rasional, serta objektif. Saya fikir siapapun boleh menjadi presiden, yang penting mempunyai; kejujuran, demokratis, bersehaja, teguh imannya, berakhlak mulia, didukung dan dekat dengan hati rakyat, terutama masyarakat kecil (yang terkebelakang, tertindas, miskin, bodoh dan tak berdaya), piawai berorganisasi, reformis tulen, tegas dan berani memerangi KKN yang mewabah di negeri ini dengan segala mafia dan kelicikannya, serta jangan pula terkena atau sedang bermasalah dengan kasus hukum.
  Pimpinan tidak harus seoarng magister, doktor, Profissor, atau milioner yang mampu membeli beberapa pulau dan penentu kebijakan manusia di atasnya, sehingga menjadikan sub-human (budak belian alih-alih manusia kerbau yang dicocok hidungnya). Seorang presiden bisa saja sorang guru SD yang sudah terlatih mendidik anak bangsa tanpa pamrih, petani sayur, dan nelayan sudah teruji lebih 63 th dengan kemiskinan, atau seorang pemain sepak bola karena ketangkasannya dalam kerja tim yang solid, sepanjang ia mampu dan mempunyai talenta dengan berbekal ilmu pengetahuan yang cukup. Lihat tokoh-tokoh orang biasa, menjadi presiden; Cory Aquino (berasal dari Nyonya Rumah Tangga), Voclav Havel (Penyair), Lech Walesa (Buruh Galangan Kapal Polandia), Nelson Mandela (pejuang masyarakat kecil), kenapa mereka bisa?, karena pemimpin itu bukanlah mutlak dari para dewa dan penyembah harta, tetapi rakyatlah yang berdaulat menentukannya.  

REFORMA FUNGSIONAL KEMISKINAN

REFORMA FUNGSIONAL KEMISKINAN
oleh: Sabian Utsman
Tak terbantahkan betapa santernya kasak-kusuk geliat Pemilu baik untuk legeslatif maupun Pilkada di beberapa daerah penjuru tanah air, tetapi jangan lupa kita telah sepakat bahwa pembangunan nasional adalah melaksanakan amanah Proklamasi Kemerdekaan RI, UUD 1945 dan Propenas, dan berorientasi pembanguan manuisa seutuhnya. 
  Dengan mengatasnamakan tema besar tersebutlah siapapun boleh bersuara terlebih memang mempunyai kompentensi untuk itu. Baik Caleg atau calon anggota DPD maupun kawan-kawan calon gubernur dan bupati atau walikota yang sebagian kita saksikan mulai tebar pesona, tebar uang ala sedekah untuk si miskin, tebar photo dan kometmen ala reformis sejati, walau
  kadang kebablasan. Namun nalar kita yang pas-pasan sebagai masyarakat biasa, entah karena belum pernah menerima mata pelajaran ”Ekonomi Pemilu” sangatlah tidak masuk akal dengan kometmen memberantas kemiskinan dan kebodohan sementara untuk pengembalian harga jabatan saja tidak cukup dengan gaji selama 5 tahun menjabat. Contoh, kalau saja gaji dan tunjangan gubernur hanya sekitar Rp.60 juta perbulan, berarti dalam lima tahun hanya Rp.3,5 miliaran sementara biaya dikeluarkan untuk sampai menduduki jabatan sangat besar (bahkan ada bukan hanya miliaran, tetapi menembus angka triliunan) belum lagi kalau Pilkadanya bersengketa.
  Persoalan bangsa ini sejak dulu para kandidat berlomba-lomba merebut hati si miskin penghuni terbesar di planet bumi Indonesia ini, dari pemilu kepemilu memfungsikan serta menjual ”kemiskinan dan kebodohan” untuk meraih jabatan politik, masih adakah pahlawan yang mengikhlaskan jabatan dan harta bendanya untuk rakyatnya? seberapa besar ketidaksimetrikan antara kekayaan sebelum dan setelah ia menjabat? (lihat tulisan pejabat-pejabat terkaya di Indonesia) betapa tidak, sangat mencengangkan. Pertanyaannya, kenapa rakyat dengan bangganya menyaksikan dan mengelukan kekayaan pemimpinnya, padahal mereka sendiri low income earners (serba kekurangan) karena minimnya lapangan pekerjaan atas hasil kebijakan yang kurang mengena (masyarakat satelit misalkan, mereka semakin kehilangan masa depan, karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, bahkan ada yang menjual tanah-tanah yang justru sebagai food security (cadangan masa depannya, kalau diberdayakan bisa jadi raksasa perekonomian dan icon daerah). 
  Presiden SBY dalam sidang paripurna DPD. 22/08/2008 menjelaskan bahwa APBN untuk daerah semakin meningkat, pada: 2004 Rp.129,7 triliun, pada APBN Perubahan 2008, dana transfer APBN ke daerah menjadi Rp.292,4 triliun, pada RAPBN 2009, pemerintah mengalokasikan dana transfer ke daerah Rp.303,9 triliun dalam bentuk DAU, DAK, atau bentuk lain. (Kalteng Pos 23/8). Lain lagi pendapatan asli dari daerah masing-masing, misalkan untuk APBD Kobar 2009 diperkirakan Rp.550 miliar (lihat APBD, BorneoNews,9/10/08,hlm.9). Sebagian besar dana-dana itu serius dikumandangkan untuk pengentasan kemiskinan dan kebodohan, namun sampaikah paket itu kepada penerimanya? dan kalau sampai, masih adakah pejabat negeri ini menjamin keutuhannya? (mungkin saja ada, namun normatifnya) secara empirik bukan saja masih dilanda kemiskinan, justru kehilangan persfektif dan tidak arif juga kalau mengkambinghitamkan kemiskinan global melanda dunia internasional sementara kita punya kekayaan alam berlimpah.
  Alhamdulillah pada15/10/2008 saya sempat menghadiri pertemuan masyarakat akar-rumput diadakan DPK Kobar tentang ”Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir” di masyarakat miskin suatu desa di Kobar. Dari pertemuan itu, diketahui sejumlah proyek antara lain: ada penanaman pohon di bibir pantai, pemecah ombak, pembuatan irigasi, dan pembersihan pantai. Dengan subyektifitas pemikiran anak desa, bahwa seberapa besar dana bukan hanya mumbazir, tetapi pemiskinan sestemik terhadap rakyat dan yang jadi masalah besar ”bagaimana kualitas perencanaan, proses, pengawasan, dan evaluasi pembangunannya”?, serta seberapa rumitkah lingkaran setan (berbentuk MAFIA) sehingga ratapan anak tiri bangsa tak mampu lagi menembus tembok eksekutif, legislatif, terlebih yudikatif?, mau dikemanakan negeri kita? (tidak mudah untuk meruntut jawabannya).
  Proyek pembersihan pantai misalkan, warga bergotong royong diberi jajan Rp.25000,-(dua puluh lima ribu rupiah) perorang perhari, sebanyak 50 org selama 2 hari setiap desanya, jauh dari manfaat. Lain lagi proyek pemecah ombak (hanya perusak pantai) dibangun kokoh di pesisir kec. Kumai, pembangunan irigasi hasilnya membuat daun kelapa jadi kuning dan sudah bertahun-tahun penghasilan kebun kelapa menjadi andalan mereka, merosot sampai 50% an karena sistem pengairan belum tepat, sementara proyek-proyek tersebut biayanya bukanlah sedikit, walau hanya memenuhi dasar-dasar normatif belaka.
  Kaum teraleanasi negeri ini sudah pasrah, untuk menyuarakan agar membangun sesuai kebutuhan riil masyarakat dan tidak sebagai alat (berfungsi laksana sapi perah) dengan alasan mengentas kemiskinan dan kebodohan, hanyalah otopis (conplicated). Hal itu sangat beralasan, symbol protes atas mandulnya pembangunan dan figitnya aparat tidak lagi didengar (kecuali mendekati PEMILU biasanya beribu janji dan harapan kembali dicekoki dan dibiuskan), namun kesemarautan berketerusan (ibarat nyanyian rakyat ”aku masih seperti yang dulu” tetap senang terjerumus pada lobang yang sama), lebih celaka lagi dirancang konsultan pembangunan bukan ahlinya dan dibayar mahal dengan uang rakyat. 
  Kaiatan pengentasan kebodohan, sebaiknya setiap Kabupaten terpencil mengutamakan studi lanjut jenjang Pascasarjana tenaga pendidik usia produktif, karena insan akademisilah sebagai agen perubahan yang dahsyat menelurkan cerdik-pandai membangun masyarakat yang cerdas, profesional dan proporsional, serta bermartabat pada gilirannya terciptalah pemerintahan ideal konsisten melayani, mengembangkan, serta mensejahterakan rakyat. Kemakmuran jangan hanya segelintir pemimpin, penyelenggara negara, dan pengusaha saja, tetapi masyarakatlah paling berhak atas paket-paket pembangunan. Pastikan, saatnya kita tidak bermain-main dalam pembangunan, karena kita begitu lamanya merintih merindukan pemerintahan ideal dengan segala konsekwensinya dan rakyat tidak mengemis kekantong pejabat, tetapi meminta pertanggungjawaban keuangan negara yang dititipkan.
  Salah satu resolusi dari problematika carut-marutnya struktur pembangunan antara lain ”mengarusutamakan kualitas proses (ketimbang hasil), perencanaan yang baik, menempatkan pejabat sesuai keahliannya, memutus mata rantai berbagai mafia (menempatkan pengawas yang amanah dan punya akses langsung kepada masyarakat), dan membudayakan transparansi”. Insya’allah mendapat ridho-Nya.